Senin, 31 Januari 2011

Voluntati Obsequens

Paul VI
Pada tanggal 14 April 1974, Kongregasi Ibadat Suci (Kongregasi untuk Ibadat dan Disiplin Sakramen) menerbitkan sebuah buku lagu yang diberi judul Jubilate Deo.

Buku Jubilate Deo berisi repertoir Gregorian minimum yang diharapkan dikuasai oleh umat Katolik, sesuai harapan Bapa Suci Paulus VI, agar umat Katolik mengenal beberapa repertoir Gregorian Latin.

Buku kumpulan lagu ini dipersembahkan Gereja kepada umat Katolik sebagai hadiah khusus dari Bapa Suci, mewujudkan amanat Konsili Vatikan II, yang dalam Konstitusi tentang Liturgi Suci no. 54, mengatakan: "Tetapi hendaknya diusahakan, supaya kaum beriman dapat bersama-sama mengucapkan atau menyayikan dalam bahasa latin juga bagian-bagian Misa yang tetap yang menyangkut mereka."

Walaupun nyanyian dalam bahasa setempat baik dan didukung, namun "repertoir minimum nyanyian Gregorian ini disiapkan dengan satu tujuan: agar umat Kristen lebih dimudahkan untuk mencapai kesatuan dan harmoni spiritual dengan saudara-saudara mereka dan dengan tradisi hidup masa lalu. Karena itu mereka yang berusaha meningkatan kualitas nyanyian kongregasional (red: dinyanyikan bersama seluruh umat) tidak boleh menolak memberikan tempat yang selayaknya diduduki nyanyian Gregorian." (Voluntati Obsequens)

Dan untuk mendukung amanat ini, Kongregasi Ibadat Suci membuat buku Jubilate Deo gratis untuk direproduksi dan dikopi.

Nyanyian apa saja yang ada di dalam buku tersebut?

Buku tersebut dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama, Cantus Missae, berisi nyanyian-nyanyian yang umum dalam Misa. Terdiri dari:
  1. Kyrie XVI
  2. Gloria VIII (De Angelis). Terdapat juga dalam Puji Syukur 343
  3. Nyanyian tanggapan bacaan I dan II: Verbum Domini - Deo gratias (Demikianlah sabda Tuhan - Syukur kepada Allah)
  4. Dua Alleluya sederhana
  5. Pengantar bacaan Injil: Dominus vobiscum - Et cum spiritu tuo- Lectio sancti Evangelii secundum N. - Gloria tibi Domine (Tuhan bersamamu - Dan bersama rohmu - Inilah Injil Yesus Kristus menurut N. - Dimuliakanlah Tuhan)
  6. Nyanyian tanggapan Injil: Verbum Domini - Laus tibi Christe (Demikianlah sabda Tuhan - Terpujilah Kristus)
  7. Credo III. Terdapat juga dalam Puji Syukur 374.
  8. Tanggapan terhadap intensi doa umat: Te rogamus, audi nos (kami mohon kepada-Mu, dengarkanlah kami).
  9. Dialog pembuka Prefasi
  10. Sanctus XVIII. Terdapat juga dalam Puji Syukur 388. 
  11. Anamnesis.
  12. Doksologi penutup Doa Syukur Agung.
  13. Bapa Kami. Terdapat juga dalam Puji Syukur 402.
  14. Dialog ritus damai.
  15. Agnus Dei XVIII. Terdapat juga dalam Puji Syukur 409.
  16. Pembubaran umat.
 Bagian kedua, Cantus Varii, berisi nyanyian-nyanyian Gregorian untuk berbagai keperluan.
  1. O salutaris (hostia) 
  2. Adoro te (devote). Terdapat juga dalam Puji Syukur no. 560, Allah yang Tersamar. 
  3. Tantum Ergo. Terdapat juga dalam Puji Syukur no. 501, Mari Kita Memadahkan (bait 5 dan 6).
  4. Mazmur 116 (117), Laudate. 
  5. Parce Domine. 
  6. Da pacem. 
  7. Ubi caritas (est vera). Terdapat juga dalam Puji Syukur no. 498, Jika ada Cinta Kasih.
  8. Veni Creator (Spiritus). Terdapat juga dalam Puji Syukur no. 567, Ya Roh Pencipta, Datanglah. 
  9. Regina Caeli. Terdapat juga dalam Puji Syukur no. 624. 
  10. Salve Regina. Terdapat juga dalam Puji Syukur no. 623.
  11. Ave Maris Stella.
  12. Magnificat.
  13. Tu es Petrus.
  14. Te Deum (laudamus). Terdapat juga dalam Puji Syukur no. 669.
Buku nyanyian Jubilate Deo bisa diunduh di beberapa situs, salah satunya di sini:
http://www.ceciliaschola.org/notes/jubilatedeo.html

Sumber artikel:
http://liturgicalcow.blogspot.com/2010/11/voluntatis-obsequens.html

Penterjemah:
Onggo Lukito, di grup FB Gregorian Indonesia
Read More »»»

Senin, 24 Januari 2011

Belajar Membaca Notasi Gregorian (3)

Setelah Belajar Membaca Notasi Gregorian artikel pertama dan kedua, saya membuat artikel ketiga ini untuk mengajak anda para pencinta nyanyian gregorian, untuk mempraktekkan sendiri proses membaca teks lagu gregorian. Bagi pemula, cara yang paling mudah adalah dengan menggunakan solmisasi dan kalau perlu ditulis. Kalau imajinasi anda baik, bisa dilakukan dalam pikiran sendiri. Dengan latihan terus menerus, lama-lama tidak perlu lagi menulis solmisasinya dan bisa langsung membaca dari teks gregorian.

Pada artikel ketiga ini saya menggunakan contoh lagu "Salve Mater" yang saya dapat dari link ini, khususnya pada bagian ulangan saja biar tidak terlalu panjang. Berikut ini teksnya :














Saya bagi teks ini menjadi empat bagian:
-Bagian pertama pada kata-kata: Salve mater misericordiae,
-Bagian kedua: Mater Dei, et mater veniae
-Bagian ketiga: Mater spei, et mater gratiae
-Bagian keempat: mater plena sanctae laetitiae. O Maria!


Sistem penulisan notasi angka memakai sistem yang digunakan puji syukur, yakni not tanpa titik ditulis dengan not angka + garis atas, dan not dengan titik ditulis not angka tanpa garis atas.

Garis vertical kecil pada not dinamakan ictus (sejujurnya saya sendiri belum terlalu paham dengan ictus ini), yang pada sistem penulisan Puji Syukur, not dengan ictus ini menjadi not pertama dalam satu garis atas yang sama.

Bagian Pertama



Ingat tanda kunci di artikel pertama. Lagu ini memakai kunci C yang diletakkan pada garis paling atas, maka not pada garis paling atas bisa disamakan dengan not C, atau do, atau dengan notasi angka dengan angka 1. Maka bisa dilihat pada teks ini pada syair "mater" dan "mi-" ada di garis paling atas sehingga pasti not itu adalah do. Kalau garis paling atas adalah do, maka di bawah garis paling atas (istilahnya spasi) adalah si, garis kedua dari atas adalah la, dan dibawahnya lagi adalah sol. Di situlah letak not untuk kata "salve", maka dua not itu pasti adalah sol.

Jika disolmisasikan maka akan menjadi:









Tidak cukup sampai di sini, karena juga mesti diperhatikan juga panjang nada, dalam teks ini adalah punctum dengan garis atas (episema) yang dipanjangkan tanpa dilipatduakan, dan punctum dengan titik yang dipanjangkan dua kali lipat.

Jadi, bila di-notasi-angka-kan menjadi :







Bagian Kedua









Bila diperhatikan pada teks yang utuh, bagian kedua ini ada di baris yang berbeda yakni "Mater Dei, et" di baris pertama, disambung "mater veniae" di baris kedua. Pada akhir baris terdapat not kecil, setelah kata "et" pada teks bagian kedua ini. Not kecil ini disebut custos yang berguna untuk menunjukkan tempat not pada awal baris berikutnya. Pada teks ini bisa dilihat bahwa letak custos dan not pertama baris selanjutnya berada pada tempat yang sama.

Dengan menggunakan cara yang sama seperti bagian pertama, solmisasinya akan menjadi :











Dan bila di-not-angka-kan menjadi :






Bagian Ketiga 

Bagian ketiga langsung saja ditampilkan teks asli, solmisasi, dan not angkanya.




















Bagian Keempat







Pada bagian keempat ini sedikit berbeda, yakni tanda istirahat, yang bisa digunakan untuk mengambil nafas, atau bisa juga jeda tanpa ambil nafas. Juga ada distropha (dua not sama berurutan) pada kata "Maria".

Solmisasi:






Not angka:







Bila digabungkan semuanya secara utuh akan menjadi :















Untuk latihan anda, bisa sambil corat-coret di kertas atau komputer, silahkan coba baca notasi Salve Mater pada bagian ayatnya berikut ini:













Bila dinyanyikan, seperti yang ada di video ini. Saran saya, bila memang niat serius latihan membaca, sebaiknya nyanyikan sendiri dulu sesuai pemahaman anda, baru kemudian dicocokan dengan video ini.


Sekian, semoga membantu anda makin mencintai nyanyian gregorian ini.
Read More »»»

Senin, 17 Januari 2011

Belajar Membaca Notasi Gregorian (2)

Di artikel Belajar Membaca Notasi Gregorian (1) telah saya tunjukkan bagaiman meng-solmisasikan-notasi gregorian dalam hubungannya dengan garis paranada dan tanda kunci. Sekarang akan saya coba memberikan perkenalan tentang notasi gregorian dalam kaitannya dengan panjang nada.

Seperti halnya sistem birama pada musik modern, notasi gregorian juga memiliki sistem yang bisa disejajarkan dengan notasi modern. Umumnya, satu bunyi tunggal pada notasi gregorian memiliki panjang nada yang sama dengan not seperdelapan pada notasi balok. Secara umum ada not yang berdiri sendiri dan himpunan dua atau lebih not normal yang disebut neuma. Berikut ini uraiannya:

NOT


 
Dalam teori lain ada yang menyebut punctum cuadratum dengan sebutan punctum saja, sedangkan punctum inclinatum disebut stropha. 

Punctum cuadratum selalu dapat berdiri sendiri, sedangkan virga selalu diikuti dengan bentuk not lain. Punctum inclinatum selalu mengikuti virga.

Punctum bila diberi titik berarti memiliki dua kali panjang nada. Maka bila punctum sejajar dengan not seperdelapan (not dengan garis atas pada notasi angka), punctum + titik berarti sejajar dengan not seperempat (not tanpa garis atas pada notasi angka).  

Selain itu ada pula episema berupa punctum yang di bawah atau atasnya diberi garis horizontal. Punctum dengan episema berarti diperpanjang tanpa dilipatduakan. Ada pula jenis not yang diperpanjang tanpa dilipatduakan seperti episema yang disebut dengan quilisma, akan dijelaskan di bagian neuma.


NEUMA

Himpunan lebih dari satu not tunggal disebut dengan neuma. Ada banyak variasi neuma :

Pes atau disebut juga Podatus adalah himpunan dua not dimana not yang ada di bawah dibunyikan lebih dulu baru diikuti not yang di atas.
Clivis adalah himpunan dua not dimana not yang ada di atas dibunyikan lebih dulu baru diikuti not yang lebih rendah.
Baik pes maupun clivis, antara not pertama dan kedua dapat memiliki interval yang lebih jauh dibandingkan contoh di atas.


Torculus dinyanyikan berurutan dimana not yang di tengah selalu paling tinggi. Misalnya: sol-la-sol.





Porrectus adalah kebalikan torculus, dimana not yang di tengah selalu paling rendah. Misalnya: la-fa-la.



Climacus adalah neuma berurutan dimana not pertama yang paling tinggi kemudian 2 not berikutnya berurutan lebih rendah. Misalnya: la-sol-fa.


Scandicus kebalikan dari climacus, diawali dari not yang paling rendah kemudian berurutan meninggi. Ada dua jenis penulisan scandicus seperti yang diperlihatkan gambar ini.


Ada pula not quilisma, seperti punctum dalam bentuk corat-coret, ini berarti not di depan quilisma diperpanjang tanpa dilipatduakan, dengan kata lain not di depan quilisma diberikan episema.



Selain itu ada beberapa neuma khusus:

Liquescente, adalah not kecil pada akhir neuma. Not kecil ini tidak merubah panjang nada, dan berfungsi untuk memberi penekanan pada pengucapan kalilmat. Pada contoh di gambar ini ada not kecil pada neuma di kata Al-, ini berarti pengucapan huruf l mendapat penekanan.




 Baik distropha maupun tristropha berarti ada dua atau tiga nada yang harus tetap dibunyikan walaupun notnya sama. Distropha walaupun panjangnya sama dengan satu not ditambah titik, tetap berbeda cara menyanyikannya.




Penggabungan dari beberapa neuma bisa menjadi lebih banyak variasi lagi. Kalau sudah menguasai neuma-neuma di atas, saya yakin akan lebih mudah untuk memahami variasi yang lebih rumit lagi.


TANDA ISTIRAHAT






Ada empat macam tanda istirahat sesuai gambar di atas :
a. Berupa garis vertikal kecil di garis paling atas, tidak selalu berarti jeda, kadang hanya untuk memisahkan sebuah klausa kalimat.
b. Berupa garis vertikal di tengah garis paranada, walau tidak memperpanjang jeda, hampir selalu digunakan untuk mengambil nafas.
c. Berupa satu garis vertikal penuh, untuk mengakhiri sebuah frase lagu dengan sebuah jeda, dan digunakan untuk mengambil nafas.
d. Berupa dua garis vertikal penuh, untuk mengakhiri sebuah kalimat lagu atau akhir lagu. Dipakai untuk jeda lebih lama dari c.



Demikian tutorial sederhana ini saya buat, selanjutnya akan saya coba buat bagaimana notasi gregorian di-solmisasikan- secara utuh. Terbuka untuk diskusi dan koreksi.

Terima kasih.

Semua gambar saya ambil dari link ini.
Read More »»»

Selasa, 11 Januari 2011

Belajar Membaca Notasi Gregorian (1)

Kalau anda tidak bisa menyanyikan teks gregorian di atas, inilah saatnya untuk belajar....

Waktu saya belum kenal banyak dengan nyanyian gregorian, saya beranggapan kalau tipe nyanyian ini pasti punya teks yang sulit dibaca. Pernah suatu ketika saya disodori teks dengan notasi gregorian dan langsung menyerah karena pusing duluan lihat not kotak-kotak itu. Padahal waktu itu saya sudah fasih membaca notasi balok.

Pengalaman ini mungkin terjadi pada banyak orang. Kalau saya yang fasih dengan notasi balok saja sudah langsung menyerah, bagaimana dengan yang tidak bisa baca not. Jangankan notasi balok, notasi angka pun tidak bisa membacanya.

Akhirnya, karena kecintaan pada tipe nyanyian ini memaksa saya untuk mempelajari notasinya secara otodidak dari internet. Ternyata notasi gregorian tidaklah serumit notasi balok, bahkan jauh lebih mudah. Bagi yang sudah bisa membaca notasi angka bisa jadi akan lebih mudah mempelajarinya.

Lewat artikel-artikel di blog ini saya akan mencoba membagikan apa yang saya ketahui tentang notasi gregorian, dengan gambar-gambar agar dapat lebih mudah dipahami. Pelajaran sederhana ini akan saya buat bersambung, karena memang saya mengerjakan ini saat jam makan siang kantor. Jadi harap maklum hehehe.

Berhubung saya memang bukan pakar gregorian, maka jika ada kesalahan pengertian atau gambar mohon koreksinya agar bisa segera diperbaiki.

Garis Paranada

Teks gregorian juga memiliki garis paranada seperti halnya not balok. Bedanya pada not balok memiliki 5 garis, kalau teks gregorian memiliki 4 garis. Garis-garis ini akan memiliki arti jika memiliki tanda kunci.



Tanda Kunci

Ada 2 macam tanda kunci:

Kalau memakai kunci  C (C Clef, sebelah kiri), garis paling atas tempat tanda kunci diletakkan adalah tempat untuk not C. Di bawah garis paling atas berarti untuk not sebelum C, yakni B. Pada garis kedua dari atas adalah A, dan di bawah A adalah G (ingat tangga nada C-D-E-F-G-A-B-C), seperti gambar di bawah ini :

Kunci C tidak selalu diletakkan di garis paling atas, tapi juga bisa diletakkan di garis lain, misalnya garis kedua dari atas. Kalau seperti itu, maka not yang diletakkan di garis yang sama dengan kunci C diletakkan adalah not C. Contoh :






Begitu pula dengan kunci F (lihat gambar yang atas tadi sebelah kanan), tempat dimana kunci F ditempatkan adalah tempat menaruh not F. Contoh :


Bagi anda yang terbiasa dengan not balok tentu bagian ini sangat mudah. Sedangkan bagi anda yang tidak menguasai not balok tapi menguasai not angka, bagian ini bisa dibuat lebih mudah dengan mengganti not-not berupa huruf di atas ke dalam angka atau solmisasi :
C = 1 (do)
D = 2 (re)
E = 3 (mi)
F = 4 (fa)
G = 5 (sol)
A = 6 (la)
B = 7 (si)

Maka keempat gambar di atas bila di-solmisasi-kan menjadi :




Demikian artikel untuk hari ini, semoga dapat membantu anda memahami teks-teks gregorian.


Berikutnya..... Not tunggal dan himpunan not......
Read More »»»

Jumat, 07 Januari 2011

Nyanyian Gregorian Dasar

Waktu saya pertama kali menyetujui penggunaan Pater Noster untuk misa, timbul pertanyaan "Sebenarnya apa saja sih lagu gregorian yang paling dasar yang bisa digunakan untuk misa?" Jawaban yang saya temukan kemudian terdapat dalam Pedoman Umum Misale Romawi art. 41 yang mengatakan :

Meskipun semua nyanyian sama, nyanyian gregorian yang merupakan ciri khas liturgi Romawi, hendaknya diberi tempat utama. Semua jenis musik ibadat lainnya, khususnya nyanyian polifoni, sama sekali tidak dilarang, asal saja selaras dengan jiwa perayaan liturgi dan dapat menunjang partisipasi seluruh umat beriman. Dewasa ini, makin sering terjadi himpunan jemaat yang terdiri atas bermacam-macam bangsa. Maka sangat diharapkan agar umat mahir melagukan bersama-sama sekurang-kurangnya beberapa bagian ordinarium Misa dalam Bahasa Latin, terutama Credo dan Pater noster dengan lagu yang sederhana.
Jadi Gereja, lewat PUMR menghendaki umat mahir melagukan dalam bahasa Latin: Credo dan Pater Noster, dengan lagu yang sederhana. Apa yang dimaksud dengan "lagu yang sederhana"? Klausa ini bisa jadi multi tafsir mengingat  setiap orang bisa punya standar "sederhana" yang berbeda-beda. Maka ada baiknya kita mengacu kepada apa yang sudah dikeluarkan oleh Konferensi Uskup (KWI), yakni buku Puji Syukur (PS).

Di Puji Syukur ada satu lagu Credo (PS 374) dan dua lagu Pater Noster (PS 402 dan 403). Sejauh yang saya tahu ada tujuh macam nyanyian Credo, dan yang ada di Puji Syukur ini adalah Credo III. Sedangkan Pater Noster yang lazim dipakai untuk misa di Vatican adalah yang ada di PS 402.

Atas kehendak Gereja lewat PUMR, dan sesuai dengan apa yang disajikan oleh KWI, saya berani mengambil kesimpulan bahwa setiap orang katolik wajib dan perlu mempelajari dan menyanyikan lagu Credo (PS 374) dan Pater Noster (PS 402) dalam bahasa Latin.

Kalau anda yang membaca artikel ini merasa belum cukup pintar atau bahkan sama sekali tidak bisa menyanyikan kedua lagu itu, inilah saatnya belajar. Segera ambil Puji Syukur dan siapkan kedua lagu itu. Atau kalau pada saat ini tidak ada Puji Syukur, bisa download teks Pater Noster dan Credo ini, lalu ikut bernyanyi bersama 2 video ini:

Pater Noster :

Credo :






Untuk menambah semangat berlatih menyanyikan lagu-lagu ini, mari bernyanyi bersama Bapa Suci Benedictus XVI :






Selamat berlatih dan bernyanyi...
Read More »»»

Lagu Gregorian yang Masuk Kategori "Mudah"

Beberapa waktu lalu pernah ada yang mengeluh kurang lebih begini: "Saya tidak bisa bernyanyi, suara saya sumbang dan sama sekali buta notasi. Tapi saya senang mendengar lagu gregorian dan berharap lagu seperti itu dinyanyikan saat misa. Apa yang bisa saya buat?"

Waktu itu saya jawab: "Berikan lagu-lagu ini ke koor-koor lingkungan di paroki anda."... Lagu-lagu yang saya maksud ada empat lagu: Adoremus in Aeternum, Adoro Te Devote, Anima Christi, dan Ave Verum.

Tiga alasan kenapa saya menyarankan lagu-lagu itu. Berikut uraiannya:

Pertama,setiap orang katolik, khususnya praktisi koor harusnya paham kalau nyanyian gregorian adalah nyanyian yang paling pas untuk liturgi. Namun ada kondisi yang tidak bisa ditolak oleh mereka dan harus dipahami semuanya, yakni bahwa mereka dibesarkan atau dididik dalam lingkungan yang tidak pernah atau jarang menyanyikan gregorian. Bisa dibilang hanya pada saat tertentu saja dimana mereka wajib menyanyikan gregorian karena tidak ada pilihan lagu lain.

Contohnya saya sendiri, saya dibesarkan di paroki dimana lagu gregorian hanya dinyanyikan pada saat adven dan prapaskah, juga saat pekan suci. Selain itu tidak ada sama sekali. Ternyata saya masih beruntung, ada teman yang parokinya sama sekali tidak pernah menyanyikan lagu gregorian bahkan di masa adven dan prapaskah. Lagu gregorian hanya disentuh saat Kamis Putih karena tidak ada pilihan lagu lain.

Kedua, jujur saja, walaupun Puji Syukur sudah banyak memuat lagu gregorian 'dasar', tapi sedikit sekali memuat lagu yang 'mudah'. Selain itu juga jarang sekali (atau bahkan tidak pernah) diterbitkan teks-teks nyanyian gregorian baik dalam notasi aslinya maupun dalam notasi angka. Ditambah mayoritas praktisi koor hanya fasih membaca notasi angka dan tidak notasi balok apalagi gregorian.

Ketiga, dalam dunia per-koor-an di paroki-paroki ada "racun" yang sangat mematikan, yakni anggapan kalau menyanyikan 4 suara itu bagus, kalau 1 suara (unisono) itu jelek. Bahkan ada yang merasa bernyanyi unisono adalah aib. Racun ini khususnya menghinggapi koor-koor paroki yang terbiasa menyanyikan lagu-lagu sulit yang tidak membumi.

Tapi sebaliknya, ada juga koor-koor yang bisa bernyanyi unisono saja sudah bagus, ini sehubungan dengan kesulitan mengumpulkan orang untuk tugas.

Alasan pertama dan kedua sudah cukup menjelaskan kenapa nyanyian gregorian pada tahun-tahun (atau bahkan dekade-dekade) terakhir ini terasa asing bagi umat dan praktisi koor. Alasan ketiga mau tidak mau diterima tapi sekaligus juga bisa dijadikan peluang karena justru koor-koor yang rutin bernyanyi unisono juga rindu menyanyikan lagu-lagu 'baru' yang mudah dinyanyikan.

Maka untuk menawarkan sesuatu yang masih asing tentu tidak bisa langsung yang berat. Seorang bayi tidak bisa langsung makan nasi atau daging, harus mulai dari bubur encer dulu atau makanan lunak. Begitu pula menawarkan lagu-lagu gregorian tidak bisa langsung yang sulit, tapi harus dengan yang mudah dulu. Kalau koornya terbiasa not angka tentu sebaiknya jangan diberi teks notasi gregorian, kecuali kalau bisa mengajari mereka cara membacanya.

Ada beberapa lagu yang masuk kategori mudah yang bisa anda tawarkan kepada koor anda, koor lingkungan lain, koor paroki, atau usul ke romo paroki untuk dipakai mengiringi devosi Adorasi Sakramen Mahakudus :

Di Puji Syukur :

Sumber lain:

Read More »»»

Mensosialisasikan (Lagi) Nyanyian Gregorian Dalam Bahasa Latin

Tetapi hendaknya diusahakan, supaya kaum beriman dapat bersama-sama mengucapkan atau menyanyikan dalam bahasa latin juga bagian-bagian Misa yang tetap yang menyangkut mereka.” (Sacrosanctum Concilium 54)

Gereja memandang nyanyian Gregorian sebagai nyanyian khas bagi Liturgi Romawi. Maka dari itu - bila tiada pertimbangan-pertimbangan yang lebih... penting - nyanyian Gregorian hendaknya diutamakan dalam upacara-upacara Liturgi.” (Sacrosanctum Concilium 116)

Dari pengalaman penulis sendiri maupun dari pembicaraan dengan beberapa orang teman, semakin jarang ditemukan upacara liturgi dengan diiringi nyanyian gregorian dalam bahasa Latin. Nyanyian gregorian yang adalah nyanyian khas Liturgi Romawi justru terhimpit arus nyanyian modern yang bahkan belum tentu diciptakan untuk keperluan liturgi.

Untungnya, di tengah kondisi seperti ini ternyata juga masih banyak yang menaruh perhatian serius pada bahasa Latin dan nyanyian Gregorian. Di sana-sini mulai tumbuh keinginan untuk lebih banyak disajikan nyanyian gregorian dan bahasa Latin. Kendala yang umum adalah ketidaktahuan harus mulai dari mana. Maka penulis mencoba memberikan alternatif cara yang bisa diambil untuk menyalurkan ketertarikan itu sekaligus mengembangkan nyanyian gregorian dan bahasa Latin di paroki-paroki. Tentu tanpa tindakan nyata, kerinduan dan minat akan sajian ini tidak akan terealisir.

Ada beberapa alternatif langkah yang bisa diambil:

Pertama, cari beberapa teman yang punya keinginan yang sama lalu bentuk sebuah kelompok koor. Tidak perlu dalam setiap tugas semua lagunya gregorian. Misalnya tugas bulan ini memakai ordinarium Masa Paskah (PS 340 dst.), tugas berikutnya Pater Noster (PS 402/403) dan Credo (PS 374), tugas berikutnya Ave Maria (PS 625) dan Te Deum (PS 669), begitu seterusnya.

Kedua, secara formal meminta romo paroki dan seksi liturgi untuk mewajibkan semua kelompok koor pada masa tertentu menyanyikan nyanyian gregorian. Misalnya setiap minggu pertama wajib menyanyikan Pater Noster, minggu kedua Credo, minggu ketiga ordinarium De Angelis (PS 343 dst.), atau pada masa adven dan prapaskah wajib memakai ordinarium masa tersebut (PS 339 dst.). Cara ini tentu mengandaikan ada pelatihan bagi umat sebelumnya agar umat juga bisa ikut bernyanyi.

Ketiga, menggelar Fesparawi antar koor lingkungan dengan lagu wajib salah satu nyanyian gregorian, misalnya Asperges Me (PS 233) atau Victimae Paschali Laudes (PS 518). Dengan semua koor lingkungan ikut berpartisipasi, secara langsung lagu ini akan tersosialisasi dengan sendirinya sehingga langsung dapat dipakai untuk misa.

Keempat, mengadakan pelatihan-pelatihan menyanyikan gregorian. Tidak bisa dipungkiri bahwa tidak banyak orang yang menguasai nyanyian gregorian, tapi bukan berarti tidak ada sama sekali. Maka yang ada harus dimaksimalkan sebaik mungkin. Pelatihan ini sebaiknya juga mencakup cara membaca notasi gregorian mengingat teks yang bisa diunduh dari internet selalu memakai notasi gregorian.

Kelima, menerbitkan lebih banyak lagi buku nyanyian gregorian. Memang Puji Syukur sudah memuat cukup banyak nyanyian gregorian, tapi sebagiannya tidak menyertakan syair asli dalam bahasa Latin. Lagu yang di PS hanya ada Bahasa Indonesia saja diantaranya: Veni Sancte Spiritus (PS 569), Attende Domine (PS 605), Rorate Caeli (PS 438), Adoro Te Devote (PS 560), dll.

Keenam, jika tertarik dengan bahasa Latin tapi tidak bisa menyanyi, bisa membentuk sebuah kelompok doa berbahasa Latin. Rasanya tidak sulit mencari padanan doa-doa umum dalam bahasa Latin di internet. Acara rutinnya bisa berupa doa rosario atau ibadat harian dalam bahasa Latin

Keenam cara di atas adalah usulan yang bisa diterapkan sebagian atau seluruhnya sekaligus. Sudah ada paroki yang menerapkan sebagian langkah di atas dengan hasil yang baik, sehingga umat dapat semakin mengenal nyanyian dan bahasa khas Liturgi Gereja Katolik.

Catatan: Tulisan di atas saya buat bulan lalu dan sudah dikirimkan ke redaksi majalah LITURGI, tidak tahu akan dimuat atau tidak. Kalau tidak dimuat biarlah saya sharingkan di sini sebagai sebuah gagasan yang mudah-mudahan dapat diterapkan di paroki mana saja.
Read More »»»

Sumber-sumber teks gregorian

Notasi gregorian:

Notasi angka:

Iringan organ :
Read More »»»